Pemimpin yang dipilih

Diposkan oleh Hariru | Thursday, June 25, 2009 | | 0 Komentar »

Beberapa waktu yang akan datang, tepatnya pada tanggal 8 Juli 2009, kita rakyat Indonesia akan melangsungkan pesta demokrasi lima tahunan dalam rangka memilih presiden yang akan memimpin bangsa ini dalam lima tahun ke depan. Sebagai rakyat, tentu saja pesta ini sangat penting, karena kita akan ikut serta dalam menentukan masa depan bangsa kita sendiri melalui suara kita, melalui pilihan kita, kepada siapa amanat kita percayakan. Berkaitan dengan hal ini, Al Quran telah memberi petunjuk kepada kita - tersirat maupun tersurat - tentang peminpin yang akan kita pilih.

Berdasarkan Al Quran, sedikitnya ada dua sifat pokok yang harus dimiliki oleh seseorang yang akan memikul suatu jabatan yang berhubungan dengan hak-hak masyarakat. Mari kita simak beberapa ayat Al Quran di bawah ini.
Berkata Yusuf: "Jadikanlah aku bendaharawan negara (Mesir); sesungguhnya aku adalah orang yang pandai menjaga, lagi berpengetahuan (Q;S:12;55)
sesungguhnya Al Qur'aan itu benar-benar firman (Allah yang dibawa oleh) utusan yang mulia (Jibril), yang mempunyai kekuatan, yang mempunyai kedudukan tinggi di sisi Allah yang mempunyai 'Arsy, yang ditaati di sana (di alam malaikat) lagi dipercaya (Q;S:81;19-21).

Ketika Abu Bakar r.a. menunjuk Zaid bin Tsabit sebagai Ketua Panitia Pengumpulan Mushaf, Abu Bakar berkata : “Engkau seorang pemuda (kuat lagi bersemangat) dan telah dipercaya oleh Rasul menulis wahyu”.
Abu Dar, pernah dinasehati oleh Nabi SAW :”Wahai Abu Dzar, aku melihat engkau lemah. Aku suka untukmu apa yang aku suka untuk diriku. Karena itu, jangan memimpin (walau) dua orang dan jangan pula menjadi wali bagi harta anak yatim”.

Salah satu arti amanat menurut Nabi SAW adalah kemampuan atau keahlian dalam jabatan yang akan dipangku :”Amanat terabaikan dan kehancuran akan tiba, bila jabatan diserahkan kepada yang tidak mampu. Apabila amanat diabaikan, maka nantikanlah kiamat (kehancuran). Mengabaikannya adalah menyerahkan tanggung jawab kepada seseorang yang tidak wajar memikulnya”.

Sangatlah jarang terhimpun dalam diri seseorang kedua sifat tersebut secara sempurna, tetapi kalaupun harus memilih, maka pilihlah yang paling sedikit kekurangannya, dan lakukan pilihan setelah upaya bersungguh-seungguh untuk mendapatkan yang terbaik. Ketika Imam Ahmad Ibnu Hanbal ditanya tentang dua orang yang dicalonkan untuk memimpin satu pasukan – yang pertama kuat tetapi bergelimang dalam dosa dan yang kedua baik beragamanya tetapi lemah – beliau menjawab : “pertama, dosanya dipikulnya sendiri sedangkan kekuatannya mendukung kepentingan umat, dan orang kedua, beragamanya untuk dirinya sendiri, sedangkan kelemahannya menjadi petaka bagi yang dipimpin”

Kita boleh menetapkan pilihan, tetapi ingatlah sabda Rasul :”siapa yang mengangkat seseorang untuk suatu jabatan yang berkaitan dengan urusan masyarakat sedangkan dia mengetahui ada yang lebih tepat, maka sesungguhnya ia telah menghianati Allah, Rasul, dan kaum Muslim”.



Artikel Terkait:

0 Komentar

Post a Comment