Ia suka membaca dan mengamati. Dua kebiasaan itu pula yang membuat ia jatuh hati terhadap Islam.
Mohammad Ikram Loh Abdullah yang dulunya bernama Loh Kim Hua, mengaku awalnya sering membaca buku-buku yang ditulis oleh
salah satu ulama Malaysia tersohor, Datuk Ismail Kamus. Kadang-kadang, ketika masih berstatus non-muslim, ia mengunjungi ceramah seorang ulama Malaysia lain, Datuk Harun Din yang menurutnya sangat inspiratif.
Kedua tokoh tadi adalah idola Ikram. Dari mereka ia mempelajari Islam dan menemukan jawaban dari berbagai pertanyaannya. Pria berusia 52 tahun itu bekerja sebagai guru di Sekolah Menengah Kebangsaan Seri Mahawangsa-- tempat di mana ia mengucapkan ikrar Syahadat di usia 30-an tahun.
Namun sebenarnya Islam sudah dekat dihatinya sejak usia remaja. "Saya beralih ke Islam tidak karena pengaruh teman-teman kolega saya. Keinginan mendesak untuk menjadi Muslim datang dari dalam," aku anak ketiga dari enam bersaudara itu.
Rupanya sejak di bangku sekolah menengah pertama, mantan penganut Budha ini sudah memiliki kecintaan membaca buku-buku Islam. Salah satu sebab yang membuat ia terdorong kian kuat yakni saat ia mengambil jurusan kajian Melayu di Universitas Malaysia.
Terkesan dengan kehidupan Islam
"Satu hal lagi, saya suka mengamati dan karena itu saya terkesan dengan cara shalat orang Muslim. Dalam pengamatan saya shalat berjamaah dan panggilan shalat (adhzan) menciptakan rasa damai di dalam dan percaya diri terhadap pemeluknya" ujar Ikram ketika menerima penghargaan dalam negeri "Tokoh Saudara kita" bertepatan dengan perayaan tahun baru 1432 Hijriah.
"Bahkan sebelum beralih, saya sudah mengikuti pola hidup Islami, seperti berpuasa dua hingga enam jam sehari, untuk membiasakan diri, juga belajar tentang shalat dari bacaan dan VCD," tuturnya. Keluarga Ikram, ternyata tak asing terhadap Islam karena kakak perempuannya menjadi anggota pertama dalam keluarga yang memeluk Islam pada 1980-an.
Penerimaan Keluarga
Saat ditanya mengapa ia tak beralih ke Islam saat di usia remaja, Ia menjawab, alasannya karena tak ingin menyakiti perasaan ibunya. Ikram secara resmi memeluk Islam pada Maret 1993 silam.
"Pada waktu itu saya sudah siap. Saya sudah bekerja dan mandiri, sehingga bebas untuk memutuskan jalan hidup saya," tuturnya dengan penuh kelegaan.
Namun, sesudah itu pun ia mengaku masih belum siap untuk mengungkap status barunya sebagai Muslim terhadap teman-teman dekatnya dan terutama kepada keluarganya. Ia cemas mereka akan menjauh darinya.
Hingga suatu hari, seorang kawan lama melihat Ikram pulang ke rumah sehabis mengunjungi masjid. Tak lama kemudian, kabar bahwa ia telah memeluk Islam pun menyebar.
Tapi keluarganya baru mengetahui bahwa ia seorang Muslim ketika ia mengutarakan maksud untuk menikahi wanita Muslim. Awalnya Ikram hanya mendapat tanggapan dingin. Namun seiring waktu mereka mulai bisa menerima fakta itu.
"Ibu saya, Tan Ah Soo, berusia 69 tahun, masih melihat saya sebagai anaknya, dan saya juga masih dekat dengan saudara-saudara saya," kata Ikram. "Setiap Tahun Baru Cina, saya pun akan selalu pulang untuk merayakan dengan keluarga," ujar Ikram.
Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Setelah menikah, sang istri, Tom Pah Chom Sharif Taha, 42, dan saudara-saudar iparnya memainkan peran besar dalam menguatkan iman Ikram. "Para ipar membantu saya mengatasi benturan dan tantangan yang saya jumpai dengan islam. Saya bahagia mereka menerima saya apa adanya," ujarnya.
Sejak masuk Islam, Ikram aktif di sebuah lembaga swadaya masyarakat Islam. Ia kini menjabat sebagai sekretaris Asosiasi Muslim Cina Kedah/Perlis. Asosiasi itu bertanggung jawab untuk kegiatan para mualaf di lingkungan Kedah dan Perlis. Sejauh ini lembaga sudah memiliki 48 anggota.
"Lembaga kami mendampingi warga Cina yang memeluk Islam. Namun etnis lain yang menjadi Muslim dan butuh bantuan kami dapat melakukan konsultasi pula," paparnya. Organisasi itu membantu memberi panduan dan bantuan kepada pemeluk baru untuk menjalani hidup berdasar ajaran Islam.
"Dalam kenyataan, ada beberapa mualaf yang berbalik ke agama semula karena mereka tidak menemukan seseorang yang dapat diandalkan untuk memandu mereka terkait masalah agama," tutur Ikram. Bahkan, imbuhnya. ada pula mualaf yang masih meneruskan cara hidup lama, mabuk-mabukan dan menyantap makanan haram
Akrab dengan musuh tersembunyi dan tantangan yang dihadapi mualaf, lelaki yang juga anggota komite Yayasan Dakwah Islam Malaysia Kedah itu selalu memberi saran bagi mereka yang baru memeluk Islam untuk selalu sabar, tetap yakin dan berserah kepada Allah. "Kita harus tulus dan bersungguh-sungguh terhadap apa pun yang kita lakukan dan lakukan itu dengan sepenuh hati," tegas Ikram.
Mohammad Ikram Loh Abdullah yang dulunya bernama Loh Kim Hua, mengaku awalnya sering membaca buku-buku yang ditulis oleh
salah satu ulama Malaysia tersohor, Datuk Ismail Kamus. Kadang-kadang, ketika masih berstatus non-muslim, ia mengunjungi ceramah seorang ulama Malaysia lain, Datuk Harun Din yang menurutnya sangat inspiratif.
Kedua tokoh tadi adalah idola Ikram. Dari mereka ia mempelajari Islam dan menemukan jawaban dari berbagai pertanyaannya. Pria berusia 52 tahun itu bekerja sebagai guru di Sekolah Menengah Kebangsaan Seri Mahawangsa-- tempat di mana ia mengucapkan ikrar Syahadat di usia 30-an tahun.
Namun sebenarnya Islam sudah dekat dihatinya sejak usia remaja. "Saya beralih ke Islam tidak karena pengaruh teman-teman kolega saya. Keinginan mendesak untuk menjadi Muslim datang dari dalam," aku anak ketiga dari enam bersaudara itu.
Rupanya sejak di bangku sekolah menengah pertama, mantan penganut Budha ini sudah memiliki kecintaan membaca buku-buku Islam. Salah satu sebab yang membuat ia terdorong kian kuat yakni saat ia mengambil jurusan kajian Melayu di Universitas Malaysia.
Terkesan dengan kehidupan Islam
"Satu hal lagi, saya suka mengamati dan karena itu saya terkesan dengan cara shalat orang Muslim. Dalam pengamatan saya shalat berjamaah dan panggilan shalat (adhzan) menciptakan rasa damai di dalam dan percaya diri terhadap pemeluknya" ujar Ikram ketika menerima penghargaan dalam negeri "Tokoh Saudara kita" bertepatan dengan perayaan tahun baru 1432 Hijriah.
"Bahkan sebelum beralih, saya sudah mengikuti pola hidup Islami, seperti berpuasa dua hingga enam jam sehari, untuk membiasakan diri, juga belajar tentang shalat dari bacaan dan VCD," tuturnya. Keluarga Ikram, ternyata tak asing terhadap Islam karena kakak perempuannya menjadi anggota pertama dalam keluarga yang memeluk Islam pada 1980-an.
Penerimaan Keluarga
Saat ditanya mengapa ia tak beralih ke Islam saat di usia remaja, Ia menjawab, alasannya karena tak ingin menyakiti perasaan ibunya. Ikram secara resmi memeluk Islam pada Maret 1993 silam.
"Pada waktu itu saya sudah siap. Saya sudah bekerja dan mandiri, sehingga bebas untuk memutuskan jalan hidup saya," tuturnya dengan penuh kelegaan.
Namun, sesudah itu pun ia mengaku masih belum siap untuk mengungkap status barunya sebagai Muslim terhadap teman-teman dekatnya dan terutama kepada keluarganya. Ia cemas mereka akan menjauh darinya.
Hingga suatu hari, seorang kawan lama melihat Ikram pulang ke rumah sehabis mengunjungi masjid. Tak lama kemudian, kabar bahwa ia telah memeluk Islam pun menyebar.
Tapi keluarganya baru mengetahui bahwa ia seorang Muslim ketika ia mengutarakan maksud untuk menikahi wanita Muslim. Awalnya Ikram hanya mendapat tanggapan dingin. Namun seiring waktu mereka mulai bisa menerima fakta itu.
"Ibu saya, Tan Ah Soo, berusia 69 tahun, masih melihat saya sebagai anaknya, dan saya juga masih dekat dengan saudara-saudara saya," kata Ikram. "Setiap Tahun Baru Cina, saya pun akan selalu pulang untuk merayakan dengan keluarga," ujar Ikram.
Aktif dalam kegiatan kemasyarakatan.
Setelah menikah, sang istri, Tom Pah Chom Sharif Taha, 42, dan saudara-saudar iparnya memainkan peran besar dalam menguatkan iman Ikram. "Para ipar membantu saya mengatasi benturan dan tantangan yang saya jumpai dengan islam. Saya bahagia mereka menerima saya apa adanya," ujarnya.
Sejak masuk Islam, Ikram aktif di sebuah lembaga swadaya masyarakat Islam. Ia kini menjabat sebagai sekretaris Asosiasi Muslim Cina Kedah/Perlis. Asosiasi itu bertanggung jawab untuk kegiatan para mualaf di lingkungan Kedah dan Perlis. Sejauh ini lembaga sudah memiliki 48 anggota.
"Lembaga kami mendampingi warga Cina yang memeluk Islam. Namun etnis lain yang menjadi Muslim dan butuh bantuan kami dapat melakukan konsultasi pula," paparnya. Organisasi itu membantu memberi panduan dan bantuan kepada pemeluk baru untuk menjalani hidup berdasar ajaran Islam.
"Dalam kenyataan, ada beberapa mualaf yang berbalik ke agama semula karena mereka tidak menemukan seseorang yang dapat diandalkan untuk memandu mereka terkait masalah agama," tutur Ikram. Bahkan, imbuhnya. ada pula mualaf yang masih meneruskan cara hidup lama, mabuk-mabukan dan menyantap makanan haram
Akrab dengan musuh tersembunyi dan tantangan yang dihadapi mualaf, lelaki yang juga anggota komite Yayasan Dakwah Islam Malaysia Kedah itu selalu memberi saran bagi mereka yang baru memeluk Islam untuk selalu sabar, tetap yakin dan berserah kepada Allah. "Kita harus tulus dan bersungguh-sungguh terhadap apa pun yang kita lakukan dan lakukan itu dengan sepenuh hati," tegas Ikram.
sumber : republika.co.id
0 Komentar
Post a Comment